Tuesday, February 07, 2006

KEBENARAN Kitab Suci

BAB II
KEBENARAN DEMI KESELAMATAN MANUSIA

1. Salah satu pertanyaan yang saya terima melalui surat mengenai Injil berbunyi demikian: “Banyak pertentangan yang saya dapatkan dalam Injil. Kalau demikian Kitab Suci tidak suci lagi!” Kesan bahwa ada banyak pertentangan dalam Injil dan Kitab Suci pada umumnya memang dengan mudah akan muncul kalau orang membaca Kitab Suci dengan teliti. Siapakah kakek Yesus? Matius menyebut nama Yakub (Mat 1:16). Lukas menyebut nama lain, yaitu Eli (Luk 3:23). Siapa yang menerima penampakan dari malaikat yang memberitakan kelahiran Yesus? Lukas mengatakan “....Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud: nama perawan itu Maria” (Luk 1:26-27). Matius memberi keterangan yang lain “...Ketika ia (= Yusuf) mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata ...” (Mat 1:20). Peristiwa ini tidak terjadi di Nazaret di Galilea, melainkan di Betlekem di tanah Yuda (Mat 2:6). Masih dapat diajukan satu contoh pertanyaan lain, “Apakah sebelum wafat Yesus makan perjamuan Paskah bersama murid-muridNya?” Injil Markus, Matius dan Lukas mengatakan demikian (Mrk 14:12-25; Mat 26:17-29; Luk 22:7-23). Akan tetapi ternyata Yohanes memberi keterangan lain. Yesus dihadapkan kepada Pilatus yang kemudian menyerahkanNya kepada orang-orang Yahudi untuk disalibkan sebelum hari raya Paskah tiba. “Mereka sendiri tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab mereka hendak makan Paskah” (Yoh 18:28). “.... hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pilatus kepada orang-orang Yahudi, ‘Inilah rajamu’!” (Yoh 19:14). Dan masih banyak lagi perbedaan, ‘kekeliruan’, pertentangan yang terdapat dalam Kitab Suci! Kalau begitu Kitab Suci tidak mengandung kebenaran! Atau: siapa sebenarnya yang benar: Markus? Matius? Lukas? Yohanes?

2. Mungkin dapat diingat lagi pertanyaan Pilatus yang diajukan kepada Yesus, “Apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38a). Sebelum menjawab pertanyaan besar ini dengan menerangkan ajaran resmi Gereja, baiklah diingat sekali lagi bahwa menurut paham Kristen, Kitab Suci adalah kesaksian iman. Para penulis Kitab Suci mengalami peristiwa-peristiwa kehidupan, memahami atau menafsirkannya dalam terang rencana penyelamatan Allah. Pemahaman itulah yang akhirnya - melalui proses yang panjang - dituliskan sebagai kesaksian iman, bukan sebagai laporan peristiwa yang ditulis dengan ketelitian seorang wartawan.

3. Sebetulnya suatu kisah tidak pernah hanya sama persis dengan peristiwa yang dikisahkan. Kisah dalam kadar tertentu merupakan peristiwa yang sudah ditafsirkan. Sebuah bis bertabrakan dengan sebuah truk. Seorang polisi lalu-lintas akan membaca peristiwa itu menurut kacamatanya sebagai seorang polisi yang bertanggungjawab atas keselamatan orang di jalan. Mungkin ia akan mengatakan bahwa bis melaju dengan kecepatan terlalu tinggi dan mengambil jalan terlalu ke kanan. Lain lagi yang akan dikatakan oleh pengusaha bis. Bagi dia mungkin yang paling penting adalah kerugian sekian juta yang harus ditanggungnya. Istri sopir bis mempunyai keprihatinan yang sangat berbeda. Yang paling ia perhatikan tentu saja keselamatan suaminya. Kalau ketiga orang itu harus berkisah mengenai peristiwa yang sama, pasti kisahnya akan sangat berbeda karena bagaimana pun juga yang mereka sampaikan adalah suatu kesaksian. Mereka masing-masing menafsirkan peristiwa itu menurut pandangan mereka sendiri. Siapa yang benar? Semua benar! Bukan hanya orang yang berbeda yang memberi kesaksian yang berbeda. Bahkan orang yang sama dapat bercerita mengenai hal yang sama secara berbeda. Kwitansi pada waktu tertentu dan dalam hubungan tertentu dapat sekedar berarti bukti bahwa hutangnya sudah dibayar. Namun kwitansi yang sama, oleh orang yang sama, pada waktu yang berbeda dan dalam rangka hubungan yang berbeda, dapat ditunjukkan kepada anak cucu sebagai tanda atau kesaksian suatu perjuangan hidup sederhana yang ulet, yang membawa pesan kehidupan - bukan sekedar bukti bahwa hutangnya sudah lunas. Mana yang benar? Lalu menjadi semakin jelas bahwa pertanyaan semacam ini tidak pada tempatnya. Halnya sama kalau kita mulai dari arah yang lain, yaitu relasi. Tidak ada relasi pribadi yang obyektif saja. Tidak ada relasi orang tua dengan anak pada umumnya. Yang ada adalah relasi bapak dengan si A atau si B. Dalam relasi selalu ada yang khusus, istimewa, tidak ada duanya. Maka tidak jarang seorang bapak mengenal anaknya yang satu, tetapi tidak mudah mengerti anaknya yang lain.

4. Yesus, hidup dan pribadinya bukanlah tulisan, bukan pula benda mati. Hidup dan pribadi Yesus adalah peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dimengerti, dipahami dan ditafsirkan dari satu sudut atau segi saja. Peristiwa Yesus dimengerti secara baru, kaya dan mendalam oleh Gereja awal, yang kemudian menuliskannya sebagai kesaksian iman. Para pengarang tidak menerima ‘wahyu’ khusus dalam arti pemberitahuan langsung dari Allah. Yang mereka tuliskan adalah kesaksian iman umat yang memahami, menafsirkan peristiwa-peristiwa sejarah, khususnya peristiwa Yesus dalam terang sejarah penyelamatan Allah. Allah tidak memberitahukan serangkaian kebenaran mengenai diriNya sendiri dan kehendakNya, yang kemudian dicatat atau ditulis oleh para pengarang Kitab Suci. Ia hadir dan berkarya dalam sejarah umat manusia, dalam kejadian-kejadian yang menyangkut umat manusia, khususnya dalam sejarah umat Allah. Kehadiran dan karya Allah ini menjadi paling nyata dalam diri Kristus, yang adalah ‘pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu’. Maka tidak mengherankan bahwa ada empat Injil. Keempat Injil itu kelihatannya sama, tetapi sebetulnya tidak ada satu pun yang sama, justru karena merupakan kesaksian iman. Tidak mengherankan pula ada tiga kisah penampakan Kristus mulia kepada Paulus di jalan menuju Damaskus, yang juga berbeda-beda (Kis 9:1-19a; 22:3-16; 26:9-18). Kesaksian iman ini menyatakan kepada umat beriman sekarang, siapakah Allah, bagaimana Ia menyapa manusia sebagai sahabat. Lewat kesaksian iman inilah umat beriman sekarang mengalami karya penyelamatan Allah yang sama, kasih Allah yang sama yang dinyatakan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan.

5. Dengan landasan pemahaman seperti itu pertanyaan “Apakah kebenaran itu?” dapat dijawab. Kebenaran Kitab Suci bukanlah kebenaran obyektif menurut kaidah ilmu positif saja, melainkan kebenaran demi keselamatan kita. Memang dulu Gereja pernah mempunyai sikap negatif terhadap Kitab Suci. Yang dibela dan dipertahankan adalah ketidaksesatan, dengan bayaran apapun. Sikap membela diri secara negatif ini akhirnya ditinggalkan dalam Konsili Vatikan II. Semakin berkembanglah sikap positif karena selalu kembali pada gagasan dasar mengenai rencana penyelamatan Allah, yang memanggil manusia kepada persekutuan dengan DiriNya dan mengangkat manusia ke dalam persekutuan itu. Berdasarkan gagasan ini dapat diberikan keterangan mengenai kebenaran yang jauh lebih luas dan kaya. Menurut Yoh 14:6 Yesus bersabda “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup”. Yesus menyatakan diri sebagai kebenaran karena Yesus adalah jalan menuju Bapa (Yoh 14:9). Ia juga menyatakan diri sebagai hidup, karena hidup berarti mengenal Bapa sebagai satu-satunya Allah yang benar, dan Yesus Kristus yang diutus Bapa (bdk. Yoh 17:3). Dalam rangka inilah kebenaran Kitab Suci harus dimengerti. Kitab Suci disebut benar, karena melalui Kitab Suci orang sampai kepada Bapa. Hal ini dengan sangat jelas dikatakan dalam Yoh 20:31: “Semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya”. Jadi Kitab Suci disebut benar bukan karena semua yang tertulis di dalamnya pasti tidak ada yang salah (secara positif) dan semua jelas. Memang ada yang tampaknya bertentangan, ada pula yang jelas keliru menurut kaidah ilmu positif modern. Kendati demikian tetap dikatakan bahwa Kitab Suci adalah benar, dalam arti merupakan sarana untuk dapat sampai kepada Allah. Kekurangan-kekurangan itu bukanlah penghalang keselamatan manusia. Konsili Vatikan II menjelaskan pokok pemahaman ini dengan sangat bagus: “Jadi dalam Kitab Suci tampak - dengan tetap dipertahankan kebenaran dan kesucian Allah - bagaimana kebijaksanaan abadi yang mengherankan itu ‘turun’, supaya kita mengenal kebaikan Allah yang tak terperikan, dan betapa Ia melunakkan bahasaNya dengan memperhatikan serta mengindahkan kodrat kita. Sebab sabda-sabda Allah yang diungkapkan dengan bahasa manusia, menjadi serupa dengan pembicaraan manusiawi, seperti dulu Sabda Bapa yang kekal dengan mengambil daging lemah dari manusia menjadi serupa dengan manusia”. (DV 13).

6. Pertanyaan yang dapat timbul selanjutnya adalah, apa yang menjamin bahwa melalui Kitab Suci kita berjumpa dengan Allah yang benar dan menerima kebenaran demi keselamatan kita, bukan sekedar pikiran manusia saja? Konsili Vatikan II menjawab, “Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para Rasul, memandang buku-buku baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dalam keseluruhannya dengan segala bagian-bagiannya suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh Kudus, buku-buku itu mempunyai Allah sebagai pengarang dan sedemikian itu diserahkan kepada Gereja. Tetapi dalam mengarang buku-buku suci itu Allah memilih orang-orang yang dipergunakanNya dengan kemampuan dan kecakapan mereka sendiri, supaya - sambil bekerja di dalam dan melalui mereka - semua itu dan hanya itu yang dikehendakiNya sendiri oleh mereka dituliskan sebagai pengarang yang sungguh-sungguh”. (DV 11) Dikatakan dengan jelas bahwa di satu pihak, karena ilham Roh Kudus, Kitab Suci dikarang oleh Allah dan di lain pihak para penulis kitab Suci adalah pengarang yang sungguh-sungguh. Berkat ilham Roh Kudus itu semua yang dicantumkan dalam Kitab Suci adalah benar. Keyakinan bahwa Roh Kudus berperan dalam kehidupan umat Allah dapat ditemukan dalam setiap halaman Kitab Suci (Silahkan membaca Kisah Para Rasul, yang menurut isinya lebih tepat diberi judul Kisah Karya Roh Kudus). Peranannya yang khas dalam penulisan Kitab Suci dikatakan misalnya dalam 2 Tim 3:16, “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”. Yang dimaksud segala tulisan adalah Perjanjian Lama. Ternyata kemudian ketika surat Petrus yang kedua ditulis, surat-surat Paulus yang ditulis ‘menurut hikmat’ sudah disejajarkan dengan tulisan-tulisan Perjanjian Lama (2 Ptr 3:16).

7. Berdasarkan gagasan-gagasan ini kita dapat mencari makna keselamatan beberapa teks yang kita sebut di depan, sebagai teks yang membingungkan atau saling bertentangan.
Mengenai silsilah Yesus. Baik Matius maupun Lukas melalui silsilah mau menunjukkan bahwa Yesus adalah keturunan Daud. Dengan demikian diletakkan dasar untuk mesianitasNya. Namun ada perbedaan-perbedaan diantara keduanya sehingga tampaknya Yesus mempunyai dua silsilah. Mungkin bagi kita sekarang hal semacam itu aneh, akan tetapi ketika silsilah ini dibuat, hal semacam itu wajar saja. Orang dapat mempunyai beberapa silsilah. Dalam silsilah Yesus menurut Matius ada 3 X 14 keturunan, dari Abraham sampai Yesus, dengan menyebut nama raja-raja Yehuda. Dalam silsilah Yesus menurut Lukas disebut 11 X 7 nama, dari Yesus sampai Adam. Satu-satunya nama raja yang disebut ialah Daud. Yang banyak ditemukan dalam silsilah Lukas adalah nabi. Dengan cara itu Lukas mau memberikan kesaksian mengenai Yesus dengan warna lain. Yesus adalah Mesias, anak Daud yang melaksanakan perutusanNya sebagai nabi.
Mengenai perjamuan malam terakhir Yesus. Markus, Matius dan Lukas dengan menceritakan Yesus makan perjamuan Paskah bersama murid-muridNya mau mengatakan bahwa dengan demikian Paskah yang lama diganti dengan Paskah yang baru, yaitu Paskah Kristus. Tata penyelamatan yang lama sampai pada kepenuhannya dalam tata penyelamatan yang baru. Lain halnya dengan Yohanes. Ia ingin mengatakan sesuatu yang lain. Yesus adalah “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29). Ia adalah domba Paskah yang disembelih. Maka domba paskah tidak mungkin ikut makan Paskah. Bagi Yohanes, perjamuan malam terakhir dengan murid-muridNya adalah perjamuan perpisahan. Pada kesempatan itu Ia menyampaikan pesan-pesan terakhir sebagai wasiat bagi murid-muridNya (Yoh 13-17). Sesudah itu Ia akan wafat, dibunuh saat orang-orang Yahudi menyembelih domba Paskah.

8. Anda dapat mencoba membaca dengan teliti dan membanding-bandingkan kisah-kisah dalam injil-injil Markus - Matius - Lukas. Dapat diambil sebagai contoh misalnya: Kisah pembaptisan Yesus Mrk 1:9-11; Mat 3:13-17; Luk 3:21-22. Banyak perbedaan yang terdapat dalam ketiga kisah yang ditulis oleh penginjil yang berbeda. Meski berbeda namun semua benar demi keselamatan kita.

Unsur-unsur yang sama terdapat dalam ketiga penginjil ialah : Yesus dibaptis, langit terbuka/terkoyak, Roh Kudus turun dan suara dari surga/langit. Inilah unsur-unsur dasar dalam kesaksian iman para penginjil. Silahkan mencoba memahami kesaksian iman yang mau disampaikan lewat kisah itu dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut:
a. pembaptisan Yesus: Yesaya 40:3-5 sebagaimana dikutip dalam Luk 3:4-6
b. langit terbuka/terkoyak: Yes 64:1 (bacalah juga 63:15-64:12); Yeh 1:1
c. Roh Kudus turun: Kej 1:2; Yoel 2:28-32; Yes 42:1
d. suara dari langit: Kej 22:2; Mzm 2:7; Yes 42:1

Kecuali unsur-unsur dasar yang sama, Matius dan Lukas masih mempunyai beberapa keistimewaan:

Matius:
a. Dalam dialog antara Yesus dan Yohanes Pembaptis: siapakah yang harus menggenapkan seluruh kehendak Allah?
b. Suara yang turun dari surga ditujukan kepada siapa?
Lukas:
a. Yesus adalah satu dari antara banyak orang yang dibaptis. Apa maksud kisah semacam ini? (lihat misalnya Filipi 2:7).
b. Ketika langit terbuka Yesus sedang berbuat apa? (lihat juga Luk 5:16; 6:12; 9:18; 11:1).

Dengan membandingkan kisah-kisah pembaptisan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa lewat kisah-kisah tersebut Gereja mau memberi kesaksian bahwa Yesus yang hidupNya penuh Roh Kudus adalah Putera Allah (yang berkuasa atas dunia ini); Ia adalah keturunan Daud (yang merupakan kepenuhan harapan Israel, harapan seluruh umat manusia akan damai sejahtera sejati) dan Hamba Tuhan (yang menderita bukan karena dosa-dosaNya sendiri tetapi karena setia kepada rencana BapaNya). Inilah kabar gembira penyelamatan yang menghidupkan. Inilah kebenaran yang demi keselamatan kita diwartakan kepada kita. Kisah inipun juga merupakan undangan kepada kita agar “kita menggenapkan seluruh kehendak Allah”.

Silahkan mencoba sendiri misalnya dengan membandingkan kisah penyangkalan Petrus yang diceritakan dalam Mrk 14:66-72; Mat 26:69-75; Luk 22:56-62.

I. Suharyo Pr
Seminari Tinggi Kentungan
Yogyakarta
1989

0 Comments:

Post a Comment

<< Home