Wednesday, February 01, 2006

BERDOA

BAB VIII
FIRMAN ALLAH TETAP SELAMA-LAMANYA

1. Setelah berbicara mengenai bermacam-macam hal yang bersangkut paut dengan Kitab Suci, akhirnya Konsili Vatikan II dalam bab terakhir Konstitusi Tentang Wahyu Ilahi berbicara mengenai Kitab Suci di dalam kehidupan Gereja. Susunan seperti ini menunjukkan harapan Gereja. Seluruh usaha untuk memahami seluk beluk Kitab Suci harus dilakukan demi semakin berperannya Kitab Suci dalam kehidupan Gereja dan masing-masing orang beriman. Konsili antara lain mengatakan: ‘.... hendaklah mereka ingat bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terjadi wawancara antara Allah dan manusia; sebab kita berbicara denganNya, kalau berdoa; kita mendengarkan Dia, kalau membaca firman ilahi’ (DV 25). Harapan Gereja diungkapkan pada bagian penutup: “Semoga dengan membaca dan menyelidiki Kitab Suci, sabda Allah berjalan terus dan dimuliakan serta perbendaharaan wahyu yang dipercayakan kepada Gereja, makin hari makin memenuhi hati orang. sebagaimana hidup Gereja berkembang karena tetap ikut serta dengan rahasia Ekaristi, begitu juga boleh diharapkan rangsangan baru bagi hidup rohani karena tambahnya penghargaan bagi sabda Allah yang tinggal selama-lamanya’ (DV 26). Berikut ini akan dilihat salah satu teks doa dalam Kisah Para Rasul. Diharapkan teks ini dapat memberi inspirasi doa-doa kita. Kemudian akan diketengahkan pula beberapa hal sehubungan dengan berdoa dengan Perjanjian Baru.

2. Kis 4:23-30: Doa Jemaat
Teks:
23. Sesudah dilepaskan pergilah Petrus dan Yohanes kepada teman-teman mereka, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang dikatakan iman-iman kepala dan tua-tua kepada mereka. 24. Ketika teman-teman mereka mendengar hal itu, berserulah mereka bersama-sama kepada Allah, katanya: “Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya.
25. Dan oleh Roh Kudus dengan perantaraan hambaMu Daud, bapa kami, Engkau telah berfirman: Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa mereka-reka perkara yang sia-sia? 26. Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar berkumpul untuk melawan Tuhan dan Yang DiurapiNya. 27. Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, 28. untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu. 29. Dan sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah kepada hamba-hambaMu keberanian untuk memberitakan firmanMu. 30. Ulurkanlah tanganMu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus, HambaMu yang Kudus.”

2.1. Doa ini diucapkan oleh jemaat, ketika mereka berada dalam kesulitan. Untuk pertama kalinya jemaat Kristen berhadapan dengan musuh yang mau membungkam Sabda Allah: ‘.... baiklah kita mengancam dan melarang mereka, supaya mereka jangan berbicara lagi dengan siapa pun dalam nama itu’ (Kis 4:17). Yang menarik ialah mengamati reaksi jemaat atas pengalaman itu: jemaat tidak mengadakan rapat ‘dewan paroki’, menyusun siasat serta merencanakan tindakan. Tetapi mereka berdoa, menghadapkan diri kepada Allah. Rupanya itulah kebiasaan yang hidup di dalam jemaat: mengikuti jejak Yesus, yang pada saat-saat menentukan dalam hidupNya berdoa (bdk. Luk 3:21; 5:16; 6:12; 9:18; 8:28; 22:39-46), jemaat juga berdoa pada saat-saat hidup mereka berada di persimpangan jalan (bdk. Kis 1:14; 2:42; 6:6; 10:1-11:18; 13:3 dan seterusnya). Dalam doa itu jemaat menemukan arah hidup yang disediakan oleh Allah bagi mereka. Dengan kata lain, dalam doa, jemaat memantapkan diri, menemukan kembali jati-dirinya sebagai langkah awal untuk tindakan lebih lanjut.

2.2. Oleh karena itu bagian pertama doa jemaat dapat kita beri doa pemahaman (ayat 24-28). Sungguh menarik untuk diperhatikan, bahwa jemaat tidak meminta apapun. Dalam doa itu diungkapkan keinginan hati jemaat untuk membaca pengalaman nyata (= dianiaya) hidup mereka dalam terang iman mereka. Pertama-tama seluruh hidup mereka tempatkan di hadirat Allah yang menguasai dan mengatur sejarah, termasuk sejarah hidup jemaat: “Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya ....”. Berdasarkan keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan alam semesta, mereka melihat makna dari nilai pengalaman nyata ini. Pengalaman hidup mereka yang nyata mempunyai tempat dalam seluruh sejarah penyelamatan Allah. Selanjutnya, jemaat menggunakan sabda Allah untuk mencari makna pengalaman itu. Ayat 25-26 adalah kutipan dari Mazmur 2:1-2. Mazmur yang dikutip ini mengingatkan mereka akan karya Allah yang melindungi orang-orang yang dicintaiNya. Para musuh bermufakat untuk melawan Tuhan dan orang yang diurapiNya (Mzm 2:2). Akan tetapi Ia menyatakan bahwa “Akulah yang telah melantik rajaKu di Sion, gunungKu yang kudus” (Mzm 2:6). Dengan demikian, betapapun dahsyat ancaman yang dialami oleh orang yang dicintai oleh Allah, ancaman itu tidak akan pernah membinasakannya. Keyakinan ini diungkapkan pada ayat terakhir Mazmur 2: “Berbahagialah semua orang yang berlindung kepadaNya” (Mzm 2:12). Allah yang pernah menyatakan jaminan perlindunganNya, sekarang menyatakan jaminan yang sama kepada jemaat yang sedang mengalami ancaman. Akhirnya jemaat menemukan jati-diri mereka yang sesungguhnya, dengan menyejajarkan pengalaman hidup mereka dengan pengalaman hidup Yesus. Jemaatlah yang sedang diancam, akan tetapi mereka mengatakan “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, ....”. Jadi ternyata jemaat tidak hanya menyejajarkan pengalaman mereka dengan pengalaman Yesus, tetapi lebih jauh lagi mereka menyamakan diri dengan Yesus. Dengan kata lain, mereka sampai kepada kesimpulan bahwa penderitaan mereka (= diancam, dilarang, dianiaya) adalah bagian dari penderitaan Yesus. Atau lebih jelas lagi bagi jemaat, hidup adalah mengambil bagian dalam Kristus Yesus. Jemaat tidak pernah memandang diri sekedar sebagai kelompok sosial saja. Mereka dikumpulkan oleh Yesus Kristus dan menjadi bagian hidupNya, sehingga yang terjadi pada Yesus dapat membuat mereka memahami apa yang sedang mereka alami. dengan demikian pengalaman hidup mereka bukanlah nasib yang mau tidak mau harus ditanggung dan tidak berarti. Pengalaman mereka menjadi berarti karena - dalam terang iman - merupakan bagian dari rencana penyelamatan Allah. Doa jemaat ini tentunya juga menimbulkan keinginan dalam hati kita untuk dapat berdoa seperti itu, sehingga kita sedikit demi sedikit dapat belajar untuk mengerti arti dan makna setiap pengalaman hidup kita, dalam terang iman dengan bantuan sabda Allah. Atau kalau mau dikatakan dengan cara lain, kita diundang untuk selalu mencoba menafsirkan ‘tanda-tanda jaman’ serta pengalaman-pengalaman hidup dalam terang sabda.
2.3. Selesai doa pemahaman, barulah menyusul bagian terakhir, yaitu doa permohonan. Sesudah memahami bahwa pengalaman mereka merupakan bagian dari kehidupan Kristus sendiri, jemaat mengajukan satu permohonan. Mereka tidak mohon dibebaskan dari penderitaan, tidak pula memohon pembalasan atas musuh-musuh sebagaimana biasa dalam doa-doa dalam Perjanjian Lama. Yang dimohon ialah keberanian untuk tetap meneruskan pewartaan sabda. Dalam rangka meneruskan pewartaan itu mereka juga mohon ‘disembuhkan’, sehingga pewartaan yang mereka laksanakan tidak berhenti pada mulut, akan tetapi seluruh hidup mereka sendiri yang sudah ‘disembuhkan’ menjadi kesaksian bahwa Allah terus berkarya. Dengan demikian yang mereka harapkan adalah adanya kesesuaian antara sabda yang dinyatakan dengan hidup mereka yang menyatakan sabda itu. Ini hanya mungkin terjadi kalau sabda, yang adalah kekuatan Allah, mengubah hidup mereka lebih dahulu. Isi permohonan jemaat inipun dapat mengajak kita untuk bertanya diri: apakah isi doa-doa permohonan kita sudah menunjukkan jati diri kita sebagai seorang Kristen yang dewasa? Apa arti keberanian firman bagi kita? Segi-segi kehidupan kita yang manakah yang harus ‘disembuhkan’ atau diubah agar ada kesesuaian antara firman dan kehidupan?

3. Tidak cukup kita hanya tahu bagaimana jemaat Kristen dulu berdoa. Kita semua ingin disentuh pula oleh semangat doa mereka dan dibangun dalam sikap-sikap sebagaimana mereka miliki. Berikut ini akan ditunjukkan secara singkat beberapa kemungkinan berdoa dengan PB:

3.1. Membaca dalam suasana doa.
Lain kalau dibandingkan dengan membaca dengan maksud untuk memahami, membaca dalam suasana doa berarti mendekati Sabda Allah dengan keterbukaan hati. Perhatian kita tertuju kepada Allah yang bersabda kepada kita melalui pembacaan Kitab Suci, siap untuk mendengarkan dan membiarkan diri diubah. Kalau setiap perjumpaan dengan orang sudah mempunyai daya ubah dan daya cipta, betapa lebih kaya lagi perjumpaan dengan Allah yang adalah sumber kehidupan kita yang sejati. Misalnya kita membaca “Kristus mati untuk dosa-dosa kita, menurut Kitab Suci” (1 Kor 15:3). Lewat sabda itu, Allah sedang berbicara kepada kita mengenai suatu peristiwa, yaitu wafat Kristus yang terjadi demi kebaikan kita, yang tengah berjuang bangkit dari kedosaan kita. Peristiwa tersebut juga merupakan pemenuhan janji Allah (= menurut Kitab Suci). Dengan demikian kita disadarkan bahwa sejarah umat manusia adalah karya penyelamatan Allah. Dengan kata lain, setiap peristiwa kehidupan mempunyai arti di dalamnya. Namun lewat sabda itu kita juga disadarkan akan kedosaan kita. Kalau demikian lalu tidak bisa tidak kita akan bersyukur atas yang dilakukan Allah bagi kita. Karena kita sadar bahwa kita ikut ambil bagian dalam sejarah kejahatan dan dosa, kita mohon untuk diampuni. Kita telah menolak anugerah Allah dan sejarah yang menceritakan kebaikan Allah. Kita juga berdoa agar kita terbuka terhadap anugerahNya untuk masa-masa yang akan datang dan boleh mengalami sejarah hidup kita sebagai sejarah penyelamatan. Dalam proses doa ini, kita diubah oleh kematian Kristus dan tampil sebagai umat baru yang tampak dalam sikap dan cara hidup yang baru pula. Dengan demikian membaca dalam suasana doa, mengikuti unsur-unsur pokok yang terdapat dalam Ekaristi: pujian-syukur, pembaruan dan permohonan. Dari sikap orang yang menerima sabda dan dengan demikian menikmati anugerah wafat Kristus, kita dapat beralih kepada sikap Kristus dan dengan demikian memberikan hidup kita demi dosa-dosa dunia. Itu berarti membangun sikap sedia untuk ikut serta dalam perutusan Yesus.

3.2. Doa meditatif
Membaca dalam suasana doa menumbuhkan sikap kagum dalam diri kita. Sikap ini menjadi titik tolak untuk doa meditatif, yang mencoba menggali akibat-akibat sabda Allah bagi kehidupan, perkembangan dan keterlibatan pribadi. Pengalaman akan kebaikan Allah yang mengubah atau membaharui hidup pribadi, sekarang harus ditegaskan dan ditentukan menurut keadaan hidup pribadi dan soaial pembaca itu. Lalu ia akan menjadi seorang pelaku perubahan. Misalnya kita membaca Luk 1:26: “Dan sesungguhnya Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang ke-enam bagi dia, yang disebut mandul itu”. Ternyata, ketika Elisabet mencapai usia lanjut dan dianggap mandul, ia menjadi orang yang penuh dengan kehidupan baru. Sering kelihatan atau kita alami bahwa hidup kita juga menjadi ‘tua, aus dan mandul’. Tidak ada tanda-tanda bahwa hidup kita mengharapkan terpenuhinya janji. Harapan menjadi tipis dan jiwa kita pesimis. Di luar perhitungan kita, dalam pengalaman Elisabet, kita melihat bahwa kita pun berada pada ‘bulan yang ke-enam’. Penuh dengan pengharapan, kita dapat melihat ke depan, siap menyambut janji dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Tidak ada yang mustahil bagi Allah.
3.3. Doa formal
Dengan membaca dalam sikap doa, kita sampai pada rasa kagum. Dalam doa meditatif, kita melihat konsekwensi sabda Allah, menyadari hambatan dan rasa takut yang ada di dalam diri kita dan mencoba merumuskan serta menentukan jawaban kita terhadap tawaran Allah. Kita siap untuk terjun ke dalam kehidupan Kristen beserta tantangan-tantangannya. Namun ini belum semuanya, kita masih harus berbicara kepada Allah. Jadi yang paling penting dalam membaca dalam sikap doa ialah mendengarkan; dalam doa meditatif, permenungan; dalam doa formal yang utama adalah berbicara. Yang kita dengar dan yang kita renungkan menjadi isi berbicara kita dengan Allah. Berikut ini adalah doa Henri J.M. Nouwen berdasarkan Yoh 21:1-14:

"Tuhan, hari ini aku merenungkan perjumpaanMu dengan para murid di pantai danau Tiberias. Suatu perjumpaan yang penuh rahasia. Mereka sarapan bersamaMu. Engkau mengundang mereka. Engkau maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu. Aku tercenung oleh perjumpaan penuh rahasia ini. Aku merasakan kedekatan, tetapi juga jarak. Aku sadar bahwa Engkau menunjukkan keakraban, akan tetapi juga ada yang ditahan. Aku disentuh oleh kegembiraan, tetapi juga oleh perasaan was-was. Aku mengenali kehadiranMu, tetapi akupun mengalami bahwa Engkau tidak ada di sini. Aku dapat mengerti mengapa tak seorang muridpun yang berani bertanya: “Siapakah Engkau?”. Tuhan, Engkau menyadarkan aku bahwa Engkau sungguh mewahyukan diriMu, tetapi sekaligus juga menyembunyikan diri. Engkau mengundang aku untuk makan bersamaMu, tetapi tidak memperbolehkan aku menyentuhMu. Seringkali aku merasakan ketegangan ini dalam hidupku, dan berharap tegangan itu hilang. Aku tidak mau jarak, takut dan was-was. Namun siapakah aku ini sampai berani mengharapkan hal semacam itu? Tuhan, biarlah aku bersyukur, karena Engkau memanggilku orang yang berdosa ini, dan memberi roti serta ikan. Aku belum siap untuk melihat kemuliaanMu. Seandainya demikian aku akan mati. Engkau menyembunyikan diri, supaya aku dapat hidup dan disucikan. Tuhan, terima kasih dan syukur bagiMu. Amin."

4. Sebagai penutup baiklah dikutip yang ditulis oleh Yohanes pada akhir Injilnya: “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namanya.”

I. Suharyo Pr
Seminari Tinggi St. Paulus
Yogyakarta.
1989

0 Comments:

Post a Comment

<< Home